Studi kasus mengenai dampak yang terjadi / muncul dari aplikasi New Media (seperti Twitter, Facebook ataupun Youtube)
(Tugas softskill :
Peng.Tek.Internet & New Media)
Sebelum saya memaparkan
lebih lanjut mengenai dampak dari telegram terlebih dahulu saya akan
menjelaskan apa itu Telegram?
Telegram
merupakan suatu new media yang
tergolong kedalam aplikasi chat and massanger
yang memungkinkan pengguna atau User untuk mengirimkan pesan Chatting rahasia
atau Secret Chat yang di enkripsi end-to-end sebagai keamanan tambahan. Dengan
menggunakan Telegram anda juga bisa mengirim bukan hanya sekedar gambar dan
video, tapi anda juga bisa mengirim dokumen seperti word, excell, PDF dan
lainnya tanpa menetapkan besarnya size file yang di kirimkan, juga bisa
mengirimkan lokasi anda dengan mudah. Telegram juga merupakan aplikasi
yang ringan, cepat, tidak ada iklan, dan Gratis selamanya. Dengan telegram anda
bisa membuat Grup yang isinya HINGGA 5000 orang. Lalu anda bisa
menggunakan Telegram dengan menggunakan PC atau komputer.
Penggunaan
Telegram tentunya menuai dampak positif dan negatif
Berikut
ini saya memaparkan dampak positif dari Penggunaan Telegram
Memiliki fitur
Cloud-Based Message
Fitur ini membuat pesan Telegram dapat
diakses oleh semua gadget yang terhubung dalam satu akun. Pengguna juga dapat
berbagi pesan tipe apapun baik foto, video, audio, atau tipe lainnya dengan
batas ukuran pesan hingga 1.5 Gigabyte. Pengguna dapat mengirim pesan tersebut
ke pegguna lainnya secara individual atau ke Group dengan kapasitas anggota
hingga 5.000 orang.
Fitur ini juga mengizinkan kamu sebagai
pengguna untuk meng-edit pesan kamu yang telah terkirim ke pengguna lain dengan
batas waktu 48 jam setelah waktu pengiriman.
Selain itu pesan pada Telegram dapat disimpan
sebagai draft sebelum dikirim, dan draft tersebut dapat diubah maupun dikirim
pada gadget lain selama terhubung dalam akun yang sama.
Selain itu, Telegram juga memiliki fitur
‘Secret Chat’, sebuah pesan yang secara otomatis akan menghapus sendiri, yang
memanjakan pengguna yang sangat mempermasalahkan soal keamanan isi dari pesan.
Tidak membebani memori
Membagikan file baik dalam bentuk foto, video, ataupun audio tidak akan
membebani memori dari gadget anda. Berbeda dengan aplikasi WhatsApp yang mana
setiap file yang dibagikan akan tersimpan dalam memori gadget, setiap file yang
dikirim lewat aplikasi Telegram akan tersimpan selamanya pada server milik
mereka, kecuali jika anda menghapusnya. Hal ini juga yang membuat Telegram
lebih unggul dibandingkan LineMessenger yang hanya bisa menyimpan file di
server dalam jangka waktu tertentu.
Fitur ‘Channel’
Fitur ini membuat pengguna dapat melakukan
komunikasi atau mengirim pesan satu arah kepada seluruh anggota ‘channel’
tesebut. Fitur ini memiliki keunggulan dari segi batasan yang akan
meminimalisir penggunaan channel untuk keperluan yang tidak seharusnya bila
dibandingkan dengan penggunaan ‘Group’ biasa karena setiap aktifitas komunikasi
pada channel secara penuh diatur oleh satu orang pengguna yang menjadi
administrator.
Kapasitas channel di Telegram pun memiliki
jumlah yang besar. Fitur ini seringkali menjadi pilihan bagi para penyedia jasa
online shop untuk menjual dan mempublikasikan, barangnya.
Lebih fleksibel
Telegram bersifat ope-source yang berarti
para pengguna secara umum dapat membuat fitur-fitur tambahan yang dapat
disertakan pada aplikasi ini. Hal ini membuat Telegram lebih fleksibel
dibanding aplikasi sejenis seperti WhatsApp ataupun LineMessenger dimana setiap
pembaharuan fitur pada aplikasi tersebut hanya bisa dilakukan oleh developer
Dari dampak positif yang diberikan tentu ada
pula dampak negative dari penggunaan Telegram.
Seperti yang kita tau aplikasi
ini menggunakan sistem enksripsi end-to-end untuk memastikan komunikasi yang
dilakukan tidak dapat diketahui pihak lain. Selain itu, Telegram juga memiliki
fitur "SecretChat". Fitur ini memungkinkan pesan dapat diatur untuk
terhapus secara otomatis dari masing-masing perangkat.
Hanya saja, fitur keamanan
yang ditawarkan oleh Telegram sempat menuai masalah. Sebab, ternyata aplikasi
ini kerap digunakan oleh anggota kelompok ekstremis ISIS untuk berkomunikasi.
Berikut ini saya paparkan
kembali dampak negative yang diberikan oleh telegram terkait penggunaan dalam anggota
kelompok ekstremis ISIS
Mengapa
Aplikasi Telegram sangat disukai oleh Teroris?
Sebuah studi yang
dirilis beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa Telegram menjadi platform
komunikasi pilihan untuk para pelaku terorisme, seperti grup ISIS dan Al-Qaeda.
Tetapi ada apa di balik kesukaan mereka terhadap Telegram?
Semenjak awal, Layanan chatting tersebut
diketahui selalu mengedepankan diri sebagai platform messaging yang
aman dari intipan pihak lain. Fiturnya dalam hal ini termasuk enkripsi end-to-endyang
mencegah pesan dicegat dan dibaca, kecuali oleh pengirim dan penerima.
Keunikan Telegram dalam hal privasi dan sekuriti
membuatnya berhasil merengkuh hingga 100 juta pengguna pada 2016. Namun, Jade
Parker, peneliti senior dari grup riset TAPSTRI yang berfokus pada penggunaan
internet oleh teroris, mengungkapkan bahwa enkripsi penjamin kerahasiaan bukanlah
satu-satunya faktor yang menarik teroris ke platform Telegram.
Enkripsi telah ikut diterapkan penyedia layanan sejenis
seperti WhatsApp, namun Telegram masih berada selangkah di depan karena
menyediakan berbagai fasilitas lain untuk memudahkan komunikasi, baik yang
bersifat rahasia ataupun terbuka, dari individu ke individu ataupun menarget
kalangan yang lebih luas.
Channels di Telegram misalnya, bersifat terbuka untuk
publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower). Karena itu pula,
channels sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar
propaganda, dengan cara broadcast konten. Ada juga groups, private
message, dan Secret Chat.
Fitur yang disebut terakhir ini terbilang istimewa karena
menerapkan enkripsi client-to-client. Semua pesan yang terkirim
dienkripsi dengan protokol MTProto.
Berbeda dari pesan biasa di Telegram yang bisa diakses
dari berbagai perangkat karena berbasis cloud, pesan Secret Chat
hanya bisa diakses melalui dua perangkat, yakni perangkat pengirim yang menginisiasi
percakapan dan perangkat penerima.
Isi percakapan bisa dihapus kapan pun, atau diatur agar
terhapus secara otomatis.
Kombinasi beberapa fasilitas berbeda ini, menurut Parker,
memudahkan grup teroris seperti ISIS dalam memakai Telegram sebagai “pusat
komando dan kendali”.
Seorang teroris, misalnya, bisa memperoleh video sebuah
serangan teror lewat Secret Chat, lalu menyebarkannya ke follower di Channel
sebagai propaganda.
“Mereka berkumpul di Telegram, lalu pergi ke platform
lain yang berbeda-beda. Informasinya dimulai di Telegram, lalu menyebar ke
Twitter dan Facebook,” ujar Parker, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Vox,
Sabtu (15/7/2017).
Benarkah Gampang masuk,
susah keluar dari telegram ?
Meski menerapkan keamanan ketat dalam hal privasi,
bergabung dengan Telegram relatif gampang. Pengguna cukup menyediakan nomor
ponsel untuk menerima kode akses, yang kemudian dipakai untuk membuka akun.
Pakar kontra terorisme, Ahmet S. Yayla dari George Mason University menyebutkan
bahwa teroris biasanya memakai satu nomor telepon untuk aktivasi, tapi justru
memakai nomor lain ketika menggunakan Telegram
“Kartu SIM yang Anda pakai untuk membuka akun Telegram
tak harus sama dengan kartu SIM yang Anda pakai di telepon untuk mengakses
aplikasi,” ujar Yayla.
Dengan demikian, bukan hanya teroris jadi lebih sulit
dilacak oleh pihak kepolisian, tetapi mereka juga bisa dengan mudah membuat
akun baru, begitu yang lama terendus pihak berwajib.
Selain gampang masuk, teroris pun sulit dikeluarkan dari
Telegram.
Apakah pemblokiran Telegram
merupakan sebuah solusi yang baik?
Akhir pekan ini, Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana
memblokir Telegram dengan alasan menemukan konten bermuatan radikalisme dan
terorisme. Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani
Pangarepan, menyoroti fitur Channel di aplikasi chatting itu.
“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali
kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme,
paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan
penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” tutur Semuel dalam
keterangan tertulis yang dilayangkan kepada KompasTekno.
Rencana pemblokiran di Indonesia memancing reaksi dari Durov, sang CEO
Telegram. Durov mengaku bingung karena sebelumnya tak pernah menerima
permintaan atau keluhan apa pun dari pemerintah Indonesia.
Pada Juni lalu, Rusia, negara asal Durov, juga sempat mengancam bakal memblokir Telegram setelah mengetahui bahwa aplikasi chattingtersebut
dipakai berkomunikasi oleh para pelaku pengeboman di kota Saint Petersburg,
awal April 2017, yang menewaskan 15 orang korban.
Telegram kemudian mendaftarkan diri sebagai entitas
penyedia informasi digital di Rusia, sesuai permintaan pemerintah kalau tidak
mau diblokir di negeri tersebut. Kendati demikian, Durov menekankan pihaknya
tetap tidak akan membocorkan informasi pribadi pengguna Telegram. Privasi tetap
menjadi prioritas utama.
Seandainya diblokir, apakah penutupan Telegram bakal
efektif mengurangi kegiatan terorisme? Durov mengatakan bahwa, kalaupun itu
terjadi, para teroris cukup berganti platform untuk mengakali pemblokiran.
Parker mengutarakan pendapat senada. “Dengan menutup
Telegram, cuma akan membuat ISIS berpindah ke platform lain,” katanya. Bahkan,
dia mengatakan para pelaku terorisme telah mulai mencari alternatif lain karena
Telegram belakangan banyak mendapat sorotan.
Mungkin memang bukan mediumnya yang menjadi masalah,
karena toh ada banyak medium serupa. Yang lebih penting, bagaimana caranya
mencegah medium apa pun disalahgunakan oleh sebagian pihak.
Apa tanggapan pimpinan Telegram?
Berikut ini pernyataan lengkap CEO situs layanan
percakapanTelegram, Pavel Durov:
Orang-orang yang pertama mengenal Telegram banyak berasal
dari Indonesia, dan sekarang kami sudah punya jutaan pengguna di sana. Saya
sendiri fans berat Indonesia - sudah beberapa kali berkunjung ke sana dan punya
banyak kenalan.
Itu sebabnya saya kecewa mendengar usulan dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir Telegram di Indonesia.
Baru-baru ini rupanya kami menerima surel dari Kementerian, berisi daftar kanal
publik dengan konten terkait terorisme di Telegram. Tim kami tidak bisa
menjawab aduan tersebut dengan cepat.
Sayang sekali, saya tidak tanggap dengan permintaan ini,
sehingga muncul miskomunikasi dengan Kementerian. Supaya situasi ini beres,
kami menerapkan tiga tahapan solusi berikut:
Pavel DurovHak atas fotoNADINE RUPP/GETTY
Image caption
"Kami membentuk tim moderator khusus yang paham
Bahasa Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa
diproses lebih cepat dan akurat," kata CEO Telegram, Pavel Durov.
Kami memblokir semua kanal publik terkait terorisme,
sesuai aduan Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia.
Saya membalas surel Kementerian supaya jalur komunikasi
bisa langsung, sehingga kami bisa bekerja lebih efisien dalam mengenali dan
memblokir propaganda teroris di masa depan.
Kami membentuk tim moderator khusus yang paham Bahasa
Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa diproses
lebih cepat dan akurat.
Telegram dirancang dengan enkripsi dan privasi ketat,
tetapi kami tidak berkawan dengan teroris - justru, setiap bulan kami memblokir
ribuan kanal publik terkait ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch.
Kami terus-menerus berupaya untuk lebih efisien dalam mencegah propaganda
teroris, dan selalu terbuka menerima gagasan bagaimana agar bisa lebih baik
lagi.
Saya sudah menyampaikan usulan di atas kepada Kementerian
dan berharap mendapat masukan dari mereka. Saya yakin, kita bisa memberantas
propaganda teroris secara efisien tanpa mengganggu jutaan pengguna Telegram
lain di Indonesia. Saya akan mengabari perkembangan perihal ini lewat kanal
Telegram yang sama, mengenai bagaimana kami akan mengembangkan Telegram di
Infonesia - dan secara global.
Bagaimana
dampak yang terjadi setelah pemerintah memblokir Telegram?
Pada tanggal 14 Juli 2017 Pemerintah Indonesia resmi
memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram dapat
membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan
kasus terorisme
Dalam keterangan resminya, Kemenkominfo
mengatakan pihaknya telah meminta Internet Service Provider (ISP)
untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name
System (DNS) milik Telegram.
"Pemblokiran ini harus dilakukan karena
banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda
radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara
melakukan penyerangan, disturbing images,
dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia," jelas Kemenkominfo.
Mereka
juga mengklaim bahwa aplikasi Telegram "dapat membahayakan keamanan negara
karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme."
"Saat
ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara
menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating
Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi
mereka," papar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.
Sebelas
DNS yang diblokir adalah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org,
desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org,
venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan
flora-1.web.telegram.org.
Dampak
terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi
web (tidak bisa diakses melalui komputer), kata Kemenkominfo.
Tak
lama setelah pemerintah Indonesia memblokir Telegram, pendiri dan CEO Telegram
Pavel Durov melalui Twitter mengatakan bahwa pemblokiran ini "aneh".
"Kami
tidak pernah menerima permintaan/protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan
melakukan penyelidikan dan akan memberikan keterangan," kata Durov.
Sumber:
http://tekno.kompas.com/read/2017/07/15/08305697/mengapa-aplikasi-telegram-disukai-teroris-?page=all