Senin, 30 Oktober 2017



Studi kasus mengenai dampak yang terjadi / muncul dari aplikasi New Media (seperti Twitter, Facebook ataupun Youtube)


(Tugas softskill : Peng.Tek.Internet & New Media)


Sebelum saya memaparkan lebih lanjut mengenai dampak dari telegram terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa itu Telegram?

Telegram merupakan suatu new media yang tergolong kedalam aplikasi chat and massanger yang memungkinkan pengguna atau User untuk mengirimkan pesan Chatting rahasia atau Secret Chat yang di enkripsi end-to-end sebagai keamanan tambahan. Dengan menggunakan Telegram anda juga bisa mengirim bukan hanya sekedar gambar dan video, tapi anda juga bisa mengirim dokumen seperti word, excell, PDF dan lainnya tanpa menetapkan besarnya size file yang di kirimkan, juga bisa mengirimkan lokasi anda dengan mudah. Telegram juga merupakan aplikasi yang ringan, cepat, tidak ada iklan, dan Gratis selamanya. Dengan telegram anda bisa membuat Grup yang isinya HINGGA 5000 orang. Lalu anda bisa menggunakan Telegram dengan menggunakan PC atau komputer.
Penggunaan Telegram tentunya menuai dampak positif dan negatif

Berikut ini saya memaparkan dampak positif dari Penggunaan Telegram 

Memiliki fitur Cloud-Based Message

Fitur ini membuat pesan Telegram dapat diakses oleh semua gadget yang terhubung dalam satu akun. Pengguna juga dapat berbagi pesan tipe apapun baik foto, video, audio, atau tipe lainnya dengan batas ukuran pesan hingga 1.5 Gigabyte. Pengguna dapat mengirim pesan tersebut ke pegguna lainnya secara individual atau ke Group dengan kapasitas anggota hingga 5.000 orang.
Fitur ini juga mengizinkan kamu sebagai pengguna untuk meng-edit pesan kamu yang telah terkirim ke pengguna lain dengan batas waktu 48 jam setelah waktu pengiriman.
Selain itu pesan pada Telegram dapat disimpan sebagai draft sebelum dikirim, dan draft tersebut dapat diubah maupun dikirim pada gadget lain selama terhubung dalam akun yang sama.
Selain itu, Telegram juga memiliki fitur ‘Secret Chat’, sebuah pesan yang secara otomatis akan menghapus sendiri, yang memanjakan pengguna yang sangat mempermasalahkan soal keamanan isi dari pesan.

Tidak membebani memori

Membagikan file baik dalam bentuk foto, video, ataupun audio tidak akan membebani memori dari gadget anda. Berbeda dengan aplikasi WhatsApp yang mana setiap file yang dibagikan akan tersimpan dalam memori gadget, setiap file yang dikirim lewat aplikasi Telegram akan tersimpan selamanya pada server milik mereka, kecuali jika anda menghapusnya. Hal ini juga yang membuat Telegram lebih unggul dibandingkan LineMessenger yang hanya bisa menyimpan file di server dalam jangka waktu tertentu.

Fitur ‘Channel’

Fitur ini membuat pengguna dapat melakukan komunikasi atau mengirim pesan satu arah kepada seluruh anggota ‘channel’ tesebut. Fitur ini memiliki keunggulan dari segi batasan yang akan meminimalisir penggunaan channel untuk keperluan yang tidak seharusnya bila dibandingkan dengan penggunaan ‘Group’ biasa karena setiap aktifitas komunikasi pada channel secara penuh diatur oleh satu orang pengguna yang menjadi administrator.
Kapasitas channel di Telegram pun memiliki jumlah yang besar. Fitur ini seringkali menjadi pilihan bagi para penyedia jasa online shop untuk menjual dan mempublikasikan, barangnya.

Lebih fleksibel

Telegram bersifat ope-source yang berarti para pengguna secara umum dapat membuat fitur-fitur tambahan yang dapat disertakan pada aplikasi ini. Hal ini membuat Telegram lebih fleksibel dibanding aplikasi sejenis seperti WhatsApp ataupun LineMessenger dimana setiap pembaharuan fitur pada aplikasi tersebut hanya bisa dilakukan oleh developer

Dari dampak positif yang diberikan tentu ada pula dampak negative dari penggunaan Telegram.

Seperti yang kita tau aplikasi ini menggunakan sistem enksripsi end-to-end untuk memastikan komunikasi yang dilakukan tidak dapat diketahui pihak lain. Selain itu, Telegram juga memiliki fitur "SecretChat". Fitur ini memungkinkan pesan dapat diatur untuk terhapus secara otomatis dari masing-masing perangkat.
Hanya saja, fitur keamanan yang ditawarkan oleh Telegram sempat menuai masalah. Sebab, ternyata aplikasi ini kerap digunakan oleh anggota kelompok ekstremis ISIS untuk berkomunikasi.

Berikut ini saya paparkan kembali dampak negative yang diberikan oleh telegram terkait penggunaan dalam anggota kelompok ekstremis ISIS

Mengapa Aplikasi Telegram sangat disukai oleh Teroris?


Sebuah studi yang dirilis beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa Telegram menjadi platform komunikasi pilihan untuk para pelaku terorisme, seperti grup ISIS dan Al-Qaeda. Tetapi ada apa di balik kesukaan mereka terhadap Telegram?
Semenjak awal, Layanan chatting tersebut diketahui selalu mengedepankan diri sebagai platform messaging yang aman dari intipan pihak lain. Fiturnya dalam hal ini termasuk enkripsi end-to-endyang mencegah pesan dicegat dan dibaca, kecuali oleh pengirim dan penerima.
Keunikan Telegram dalam hal privasi dan sekuriti membuatnya berhasil merengkuh hingga 100 juta pengguna pada 2016. Namun, Jade Parker, peneliti senior dari grup riset TAPSTRI yang berfokus pada penggunaan internet oleh teroris, mengungkapkan bahwa enkripsi penjamin kerahasiaan bukanlah satu-satunya faktor yang menarik teroris ke platform Telegram.
Enkripsi telah ikut diterapkan penyedia layanan sejenis seperti WhatsApp, namun Telegram masih berada selangkah di depan karena menyediakan berbagai fasilitas lain untuk memudahkan komunikasi, baik yang bersifat rahasia ataupun terbuka, dari individu ke individu ataupun menarget kalangan yang lebih luas.
Channels di Telegram misalnya, bersifat terbuka untuk publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower). Karena itu pula, channels sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar propaganda, dengan cara broadcast konten. Ada juga groupsprivate message, dan Secret Chat.
Fitur yang disebut terakhir ini terbilang istimewa karena menerapkan enkripsi client-to-client. Semua pesan yang terkirim dienkripsi dengan protokol MTProto.
Berbeda dari pesan biasa di Telegram yang bisa diakses dari berbagai perangkat karena berbasis cloud, pesan Secret Chat hanya bisa diakses melalui dua perangkat, yakni perangkat pengirim yang menginisiasi percakapan dan perangkat penerima.
Isi percakapan bisa dihapus kapan pun, atau diatur agar terhapus secara otomatis.
Kombinasi beberapa fasilitas berbeda ini, menurut Parker, memudahkan grup teroris seperti ISIS dalam memakai Telegram sebagai “pusat komando dan kendali”.
Seorang teroris, misalnya, bisa memperoleh video sebuah serangan teror lewat Secret Chat, lalu menyebarkannya ke follower di Channel sebagai propaganda.
“Mereka berkumpul di Telegram, lalu pergi ke platform lain yang berbeda-beda. Informasinya dimulai di Telegram, lalu menyebar ke Twitter dan Facebook,” ujar Parker, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Vox, Sabtu (15/7/2017).

  Benarkah Gampang masuk, susah keluar dari telegram ?

Meski menerapkan keamanan ketat dalam hal privasi, bergabung dengan Telegram relatif gampang. Pengguna cukup menyediakan nomor ponsel untuk menerima kode akses, yang kemudian dipakai untuk membuka akun.


Pakar kontra terorisme, Ahmet S. Yayla dari George Mason University menyebutkan bahwa teroris biasanya memakai satu nomor telepon untuk aktivasi, tapi justru memakai nomor lain ketika menggunakan Telegram

“Kartu SIM yang Anda pakai untuk membuka akun Telegram tak harus sama dengan kartu SIM yang Anda pakai di telepon untuk mengakses aplikasi,” ujar Yayla.
Dengan demikian, bukan hanya teroris jadi lebih sulit dilacak oleh pihak kepolisian, tetapi mereka juga bisa dengan mudah membuat akun baru, begitu yang lama terendus pihak berwajib.
Selain gampang masuk, teroris pun sulit dikeluarkan dari Telegram.

  Apakah pemblokiran Telegram merupakan sebuah solusi yang baik?

Akhir pekan ini, Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana memblokir Telegram dengan alasan menemukan konten bermuatan radikalisme dan terorisme.  Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangarepan, menyoroti fitur Channel di aplikasi chatting itu.
“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” tutur Semuel dalam keterangan tertulis yang dilayangkan kepada KompasTekno.


Rencana pemblokiran di Indonesia memancing reaksi dari Durov, sang CEO Telegram. Durov mengaku bingung karena sebelumnya tak pernah menerima permintaan atau keluhan apa pun dari pemerintah Indonesia.



Pada Juni lalu, Rusia, negara asal Durov, juga sempat mengancam bakal memblokir Telegram setelah mengetahui bahwa aplikasi chattingtersebut dipakai berkomunikasi oleh para pelaku pengeboman di kota Saint Petersburg, awal April 2017, yang menewaskan 15 orang korban.

Telegram kemudian mendaftarkan diri sebagai entitas penyedia informasi digital di Rusia, sesuai permintaan pemerintah kalau tidak mau diblokir di negeri tersebut. Kendati demikian, Durov menekankan pihaknya tetap tidak akan membocorkan informasi pribadi pengguna Telegram. Privasi tetap menjadi prioritas utama.
Seandainya diblokir, apakah penutupan Telegram bakal efektif mengurangi kegiatan terorisme? Durov mengatakan bahwa, kalaupun itu terjadi, para teroris cukup berganti platform untuk mengakali pemblokiran.
Parker mengutarakan pendapat senada. “Dengan menutup Telegram, cuma akan membuat ISIS berpindah ke platform lain,” katanya. Bahkan, dia mengatakan para pelaku terorisme telah mulai mencari alternatif lain karena Telegram belakangan banyak mendapat sorotan.
Mungkin memang bukan mediumnya yang menjadi masalah, karena toh ada banyak medium serupa. Yang lebih penting, bagaimana caranya mencegah medium apa pun disalahgunakan oleh sebagian pihak.

   Apa tanggapan pimpinan Telegram?

Berikut ini pernyataan lengkap CEO situs layanan percakapanTelegram, Pavel Durov:
Orang-orang yang pertama mengenal Telegram banyak berasal dari Indonesia, dan sekarang kami sudah punya jutaan pengguna di sana. Saya sendiri fans berat Indonesia - sudah beberapa kali berkunjung ke sana dan punya banyak kenalan.
Itu sebabnya saya kecewa mendengar usulan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir Telegram di Indonesia. Baru-baru ini rupanya kami menerima surel dari Kementerian, berisi daftar kanal publik dengan konten terkait terorisme di Telegram. Tim kami tidak bisa menjawab aduan tersebut dengan cepat.
Sayang sekali, saya tidak tanggap dengan permintaan ini, sehingga muncul miskomunikasi dengan Kementerian. Supaya situasi ini beres, kami menerapkan tiga tahapan solusi berikut:
Pavel DurovHak atas fotoNADINE RUPP/GETTY
Image caption
"Kami membentuk tim moderator khusus yang paham Bahasa Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa diproses lebih cepat dan akurat," kata CEO Telegram, Pavel Durov.
Kami memblokir semua kanal publik terkait terorisme, sesuai aduan Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia.
Saya membalas surel Kementerian supaya jalur komunikasi bisa langsung, sehingga kami bisa bekerja lebih efisien dalam mengenali dan memblokir propaganda teroris di masa depan.
Kami membentuk tim moderator khusus yang paham Bahasa Indonesia dan budayanya, supaya laporan terkait konten teroris bisa diproses lebih cepat dan akurat.
Telegram dirancang dengan enkripsi dan privasi ketat, tetapi kami tidak berkawan dengan teroris - justru, setiap bulan kami memblokir ribuan kanal publik terkait ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch. Kami terus-menerus berupaya untuk lebih efisien dalam mencegah propaganda teroris, dan selalu terbuka menerima gagasan bagaimana agar bisa lebih baik lagi.
Saya sudah menyampaikan usulan di atas kepada Kementerian dan berharap mendapat masukan dari mereka. Saya yakin, kita bisa memberantas propaganda teroris secara efisien tanpa mengganggu jutaan pengguna Telegram lain di Indonesia. Saya akan mengabari perkembangan perihal ini lewat kanal Telegram yang sama, mengenai bagaimana kami akan mengembangkan Telegram di Infonesia - dan secara global.

   Bagaimana dampak yang terjadi setelah pemerintah memblokir Telegram?
Pada tanggal 14 Juli 2017 Pemerintah Indonesia resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme
Dalam keterangan resminya, Kemenkominfo mengatakan pihaknya telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram.
"Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," jelas Kemenkominfo.
Mereka juga mengklaim bahwa aplikasi Telegram "dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme."
"Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka," papar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.
Sebelas DNS yang diblokir adalah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.
Dampak terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi web (tidak bisa diakses melalui komputer), kata Kemenkominfo.
Tak lama setelah pemerintah Indonesia memblokir Telegram, pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov melalui Twitter mengatakan bahwa pemblokiran ini "aneh".
"Kami tidak pernah menerima permintaan/protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan melakukan penyelidikan dan akan memberikan keterangan," kata Durov.

Sumber:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar